Rabu, 21 Mei 2008

ISU DAFTAR MAKANAN BERBAHAYA


Sebenarnya isu yang merebak pada pertengahan tahun 2007 ini sudah dibantah oleh pihak BPOM RI, walau demikian sebagai bahan informasi berita dari Kompas Cyber Media dikutip kembali berikut ini:

Siklomat, Siklamat, dan Isu Menyesatkan


JAKARTA, SABTU - Belum lama ini, beredar kabar di masyarakat melalui surat kabar, komunitas internet, bahkan layanan pesan singkat (SMS), dan cerita dari mulut ke mulut soal kandungan siklomat pada beberapa produk minuman. Siklomat bisa menyebabkan penyakit lupus, demikian bunyi isu tersebut.

Terhadap isu seperti ini, tentu langkah terbaik adalah bersikap bijaksana. Termasuk, memahami betul kalau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) adalah satu-satunya lembaga berwenang di Indonesia yang bertugas meneliti makanan dan minuman, lain tidak.

Patut dicermati pula, dari daftar produk yang diberitakan mengandung siklomat, ternyata ada produk yang sama sekali tidak pernah mengandung siklomat, seperti ExtraJoss.

Sementara itu, Badan POM sudah mengeluarkan surat klarifikasi pada 31 Agustus 2007 tentang Klarifikasi Surat Edaran Minuman Berbahaya yang ditandatangani Kepala Badan POM Husniah Rubiana Thamrin Akib. Pada bagian inilah, khalayak haruslah bersikap kritis. Soalnya, setidaknya ada dua kejanggalan dari isu mengenai siklamat yang merebak pada awal Agustus lalu itu.

Pertama, isu tersebut berbunyi seolah-olah Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Ramelan Surabaya adalah pihak yang melakukan penelitian ada tidaknya kandungan siklamat pada produk-produk makanan dan minuman. Padahal, sesuai Surat Kepala Rumkital bernomor B/895/VIII/2007 tanggal 27 Agustus 2007, Rumkital Dr. Ramelan tidak pernah melakukan penelitian atas produk makanan dan minuman. Lagipula, Rumkital sejatinya tidak memiliki wewenang untuk penelitian itu.

Kedua, di dalam isu itu tertulis "siklomat". Dalam literatur mengenai pemanis buatan, "siklomat" justru tidak dikenal. Kalangan yang banyak berkecimpung di dalam dunia ini hanya mengenal "siklamat".

Siklamat nyatanya memang masih diizinkan penggunaannya dalam batas tertentu di Indonesia. Ini termaktub dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Batasan itu adalah 45 persen dari ADI (Acceptable Daily Intake) atau setara dengan 11 miligram per kilogram berat badan.

Maka dari itulah, tentu amat bijaksana kalau masyarakat memahami benar soal ketidakbenaran isu tersebut. Hanya dengan cara itulah, bangsa ini bertambah bijak mengelola kualitas hidupnya. Kalau masih ragu, masyarakat bisa langsung menghubungi Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan POM di nomor (021) 426 3333. (Penulis: primus) -

Sumber:
Kompas Cyber Media
http://64.203.71.11/ver1/Kesehatan/0710/06/084726.htm

Tidak ada komentar: